BARANG ANTIK

Aku ingin seperti sebatang lilin,
Menerangi walau pun tubuhku meleleh.
Meleleh oleh cahaya yang kuhasilkan sendiri.
Apakah hal itu dapat terwujud?
Bukankah dunia sekarang penuh pamrih?
Apa mau dikata,
Ikhlas, tulus dan rela sudah tiada.
Semakin langka
Semakin antik!
Dan aku tak mau dibilang barang antik.
Aku tahu barang antik berharga mahal.
Namun, buat apa jika tak ada yang mau menyentuh.
Bahkan tak menarik untuk dibeli.
Barang antik pun masuk pengepakan lagi.
Mengarungi masa penantian panjang dalam gudang penuh debu dan sarang laba-laba.
Lalu bagaimana dengan tikus-tikus itu?
Dengan cakar dan gigi tonggosnya merusak pembungkusku hangga tak satu pun melindungi tubuhku.
Saat hujan, atap gudang bocor…
Aku yang telanjang terkikis perlahan
Saat kemarau, angin kering bertiup…
Aku pun rapuh,
Jatuh ! berceceran, berserakan !
Inikah harga mahal yang di dapat barang antik?
Terbersit kembali keinginan di hati.
Aku tidak ingin seperti lilin.
Aku ingin seperti yang lainnya yang mampu memperdaya sesamanya.
Yang mampu menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
Hingga tak ada lagi yang mengataiku, “barang antik”

Tinggalkan komentar