OBAT GENERIK & REGULASI OBAT GENERIK

A.    Obat Generik

Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya yang diproduksi dan diedarkan dengan nama resmi yang ditetapkan dalam farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya, sedangkan obat generik bermerk / bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Anonim, 2010a).  

Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial yang ditetapkan oleh Menteri (Anonim, 2010a)

Dalam Permenkes No. 085/1989 yang dimaksud dengan obat paten adalah obat dengan nama dagang dan menggunakan nama yang merupakan milik produsen obat yang bersangkutan, obat baru yang masih dipasarkan oleh suatu perusahaan farmasi yang masih dalam perlindungan hak paten atas penemuannya. Perbedaan obat generik dengan obat paten adalah obat generik hanya menggunakan nama sesuai dengan zat berkhasiat yang dikandungnya walaupun diproduksi oleh pabrik yang berlainan. Kemasannya sederhana dan tidak dipromosikan. obat generik umumnya mempunyai harga lebih murah jika dibandingkan dengan obat dengan nama dagang. Ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah tidak adanya biaya promosi seperti yang dilakukan untuk obat nama dagang (Siregar, 1990).

Pengujian mutu dilakukan terhadap obat generik berlogo berdasarkan standar farmakope yang berlaku, yaitu analisis fisika, kimiawi dan farmasetik. Uji disolusi invitro dan uji biofarmasi juga perlu dilakukan. Jaminan mutu yang dilakukan oleh produsen adalah pemilihan bahan baku, penerapan Cara Pembuatan Obat yang baik, pengujian terhadap sediaan akhir, dan stabilitas. Pengendalian mutu obat generik berlogo oleh pemerintah dilakukan oleh Direktorat Pengawasan, Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan serta Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan. Untuk obat generik yang bermutu tinggi diberi logo khusus sebagai sarana pengenal. Produksi obat generik berlogo dibatasi pada obat esensial (Siregar, 1990).

Faktor-faktor yang menentukan dalam memasyarakatkan penggunaan obat generik, adalah mutu, ketersediaan, serta penerimaan dokter maupun masyarakat terhadap obat generik. Penggunaan obat generik yang bermutu perlu dimasyarakatkan dengan pemberian informasi yang obyektif tentang mutunya kepada dokter, dokter gigi dan apoteker dengan mengikutsertakan organisasi profesi dan tokoh-tokoh profesi dengan menggunakan hasil-hasil penelitian ilmiah obat generik berlogo. Upaya-upaya khusus untuk memperkenalkan obat generik berlogo dan menanamkan kepercayaan terhadap mutunya kepada masyarakat dilakukan melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (Siregar, 1990)

B.     Kebijakan Obat Generik

Regulasi obat merupakan tugas yang kompleks yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan (stakeholders). Oleh karena itu terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain dasar hukum, sumber daya manusia dan sumber daya keuangan yang memadai, independensi, dan tranparansi. Regulasi hanya dapat berfungsi dengan baik apabila ditunjang oleh sumber daya manusia yang kompeten, serta berintegritas tinggi, anggaran yang memadai dan berkesinambungan, akses terhadap ahli, hubungan internasional, laboratorium pemeriksaan mutu, dan sistem penegakan hukum di pengadilan yang dapat diandalkan.  Untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat, regulasi obat harus dilaksanakan secara independen dan transparan, Pada dasarnya regulasi menyangkut aspek yaitu keamanan, khasiat, mutu, dan informasi obat. Kegagalan pengawasan akan mengakibatkan masuknya obat palsu dan obat yang tidak jelas asal-usulnya ke dalam sistem pelayanan kesehatan (Anonim, 2005).

Pemanfaatan obat generik akan memperluas cakupan obat dan perluasan cakupan pelayanan kesehatan yang juga akan meningkatkan volume penggunaan obat. Kebijakan pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan RI tentang obat generik adalah : a)  mewajibkan penyediaan obat generik untuk kebutuhan pasien rawat jalan dan rawat inap dalam bentuk formularium, b) Dinas kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota wajib menyediakan obat esensial dengan nama generik untuk kebutuhan puskesmas dan unit pelaksana teknis lainnya sesuai kebutuhan, c) dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah wajib menuliskan resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis, d) apoteker dapat mengganti obat merk dagang/ obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merk dagang lain atas persetujuan dokter dan atau pasien, e) dokter di rumah sakit, puskesmas dan unit pelaksana teknis lainnya dapat menyetujui penggantian resep obat generik dengan resep obat generik bermerk/ bermerk dagang dalam hal obat generik tertentu belum tersedia. Hal ini diberlakukan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

Pedoman pembinaan dan pengawasan penggunaan obat generik juga disyahkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/MENKES/159/I/2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.  Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi petugas pelaksana di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/kota. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa ketersediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah merupakan tanggungjawab pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/ kota. Fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, pemerintah daerah wajib menyediakan obat generik untuk pasien rawat jalan dan rawat inap dengan penyediaan oobat generik berdasarkan formularium yang telah disusun oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud dan formularium tersebut mengacu kepada Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN).

Pembinaan pelaksanaan penulisan resep dan penyediaan obat generik dilakukan oleh pemerintah dan organisasi profesi terkait melalui komunikasi, informasi, dan edukasi dengan bimbingan teknis dan pertemuan berkala secara berjenjang. Pemantauan pelaksanaan penulisan resep obat generik dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit untuk penulisan resep di rumah sakit dan Instalasi Farmasi Kabupaten/ kota untuk penulisan resep di Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Pemantauan pelaksanaan penyediaan obat generik dilakukan oleh satuan pengawas internal untuk penyediaan obat generik di Rumah sakit dan Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota untuk Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan lainnya. (Anonim, 2010c)

C. DAFTAR PUSTAKA

 

Anisa dan Suryawati, 2001, Pengaruh Ketersediaan Dana Kontan terhadap Pengadaan dan Penggunaan Obat Tingkat Puskesmas, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 04 (01) hal. 53 – 61.

Anonim, 1998, Guidelines for Developing National Drug Policies, World Health Organization, Genewa.

Anonim, 1999, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Obat dan Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat untuk Unit Pelayanan Kesehatan Kabupaten / Kota Dati II tahun 1999/2000, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2003, Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di Kabupaten/ Kota, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2005, Rancangan 23 September 2005, Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI,  Jakarta,

Anonim,2006a, Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anonim, 2006b, Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,  Jakarta.

Anonim,2010a, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. HK. 02. 02/ Menkes/ 068/I / 2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Departemen Kesehatan RI,  Jakarta.

Anonim, 2010b, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.03.01/Menkes/146/ I/ 2010, tentang Harga Obat Generik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2010c, Keputusan Menteri Kesehatan RI No HK.03.01/ MENKES /159 /I/2010 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Departemen Kesehatan RI,  Jakarta.

Donatus, I. A. dan Trimurtiningsih, N., 2000, Farmakoepidemiologi dan Farmakoekonomi: modul, 11 – 18, Magister Manajemen Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Erna Suyati, 2004, Upaya Peningkatan Penggunaan Obat Generik di rawat inap klas III RSU PKU Muhammadyah Yogyakarta, Tesis Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta

 

Firni, 2003, Evaluasi Harga Obat di Apotek kota bengkulu, Tesis Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Prawitasari, D., Dwiprahasto, I., Danu, S.S., 2002, Pengaruh Ketersediaan Obat terhadap Pola Penggunaan Obat pada terapi Lima penyakit di Puskesmas Kota Palangkaraya,. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 05 (02), hal 83-91.

Quick, dkk, 1997, Managing Drug Supply, 2nd Ed, Revised and Expanded, Kumarin Press, West Harford

Sampurno, 2009, Pemasaran Farmasi, Unversitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Siregar, 1990, Pengawasan Mutu Obat Generik Berlogo, Phyto Medica, 1 (2), hal 142 – 152.

Subarsono, AG., 2006, Analisis Kebijakan Publik : Konsep, teori dan Aplikasi, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Suryani, A, 2008, Kebijakan Obat di Puskesmas, Pelaksanaan Kebijakan Obat Generik di Apotek Kabupaten Palalawan Propinsi Riau, Tesis Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Program Pendidikan Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wahab, SA, 2005, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, Bumi Aksara: Jakarta