The HOSPITAL

LISA  FEBRIANA WALUYO (BAG 2)

Andre menunggui Lisa saat gadis itu membeli bunga sebagai oleh-oleh untuk ibu Andre. Dia tersenyum saat gadis itu akhirnya memasuki mobilnya. Dalam hati dia tertawa melihat calon istrinya itu gugup, maklum ini adalah kali pertama Lisa menemui calon mertuanya.

“Kau yakin ibumu menyukai bunga anggrek?” tanya Lisa.

“Iya, kau tidak percaya?”

Lisa tersenyum. Andre memandangi tanaman Anggrek yang ada di pangkuan Lisa.”Kenapa kau tidak membeli bunganya saja?”

“Aku dulu pernah praktek kultur jaringan tanaman anggrek dan itu tidak mudah, karena itu aku tidak mau merusak tanaman anggrek.”

Andre tertawa. Dia menghidupkan mobilnya dan segera menuju kediaman Kusumadiharjo.

Ratih Noer Kusumadiharjo, Ibu Andre adalah seorang melankolis, beliau sangat menyukai Anggrek,  beliau juga membudidayakan tanaman tersebut. Beberapa kali beliau mangikutsertakan tanaman Anggrek koleksinya dalam berbagai kontes, walau pun belum pernah meraih juara umum, janda Kusumadiharjo ini cukup puas karena setidaknya  anggrek koleksinya sudah tampil.

Semenjak suaminya meninggal, aktifitasnya sehari-hari adalah merawat kebun anggreknya. Sepertinya hanya tanaman itu yang mampu mengusir sepi hatinya. Apa boleh buat, kedua anaknya sudah dewasa, kakak Andre,Yana lebih memilih tinggal di rumah mertuanya walau pun masih sekota. Andre sendiri sibuk dengan bisnisnya. Setiap hari dia membenamkan diri dengan tanaman itu, dan akan berhenti jika matahari mulai tergelincir dari singgasananya. Di saat itulah, Ratih akan keluar dari rumah kacanya untuk membersihkan diri, lalu menuju ruang minum teh untuk menikmati suasana sore.

Ketika Andre dan Lisa sampai di kediaman Kusumadiharjo, Andre segera tahu dimana Ratih berada. Digandengnya tunangannya itu menuju ruang minum teh. Saat mereka menjumpai Ratih di sana, Andre segera mencium kening ibunya. Lisa terkejut dengan kedekatan mereka. Kini mereka tampak berbisik-bisik di depan Lisa. Lisa tahu bahwa ibu dan anak itu sedang membicarakannya. Dia tersenyum saat Ratih memandangnya sedang berdiri kikuk tanpa tahu harus berbuat apa.

Ratih membalas senyum Lisa, “Duduklah, Nak.”

Lisa segera mengambil tempat duduk di samping Andre, kegugupan tampak jelas dari tingkahnya, Andre menyadari hal itu dan segera memegang tangannya, “Tenang saja, Sayang,” bisik Andre padanya.

“Anggrek ini untuk Anda,”Lisa menyodorkan tanaman itu pada Ratih.

Ratih mengamati tanaman itu. “Aku senang kau membawakanku Anggrek.”

Lisa tersenyum lega.

“Tapi sayang tanaman ini sakit,” sambung Ratih.

Lisa terkejut, mana tahu dia mana Anggrek yang sehat mau pun sakit. Dia melirik Andre. Lelaki itu malah asyik menghirup aroma teh di cangkirnya,”Maaf, Saya tidak tahu kalau tanaman itu tidak bagus, saya memang tidak mengerti masalah tanaman.”

“Aku senang kau bawa tanaman ini kesini.”

“Senang? Kenapa?”

“Kau seperti seseorang yang membawa pasien ke ruang UGD, tanaman ini perlu seseorang untuk menolongnya.”

Lisa melongo.

“Jangan kawatir, aku akan mengobati tanaman ini.”

Andre menengahi,”Mamaku sayang, Lisa memang sama sekali tidak tahu mengenai tanaman tapi dia sangat ahli dalam bidang obat-obatan.”

Ibu dan anak itu tertawa, Lisa merasa aneh, apanya yang lucu, pikirnya.

Ratih merasa geli dengan wajah bingung Lisa, dia segera memegang tangan gadis yang disodorkan Andre sebagai calon istrinya itu.” Ibu tidak tahu apa yang selama ini diceritakan Andre padamu, tapi percayalah bahwa Ibu tidak segalak itu.”

Andre tertawa terbahak-bahak. Dia menunjuk-nunjuk wajah Lisa, “Wajahmu lucu sekali jika tegang.”

Lisa cemberut. Tak disangka bahwa Andre menceritakan hal-hal yang tidak benar mengenai ibunya. Andre selama ini cerita kalau Ratih itu orangnya kaku dan galak. Tak disangka bahwa Ratih adalah seorang yang lembut dan pengertian.

Ratih mencubit lengan Andre hingga anaknya itu meringis kesakitan,”Jahat sekali kamu membuat kekasihmu cemberut.”

Lisa tersenyum. “Apa kabar, Nyonya Ratih.”

“Hm..Kau kaku sekali, Nak. Akan lebih baik jika kau panggil aku ibu saja.”

“Iya, Ibu.”

“Nah, itu lebih enak didengar.”

“Mama, bagaimana menurut Mama pilihan anakmu ini? Lisa cantik,kan?”

“Ya… Lisa cantik.”

Handphone Andre berbunyi. Sementara dia meninggalkan kedua wanita itu untuk menerima telephone.

“Kau mau melihat-lihat koleksi anggrekku, Nak?” pinta Ratih pada Lisa.

Lisa mengangguk. Dia segera mengikuti Ratih menuju rumah kacanya. Ratih meletakkan tanaman anggrek pemberian Lisa diantara tanaman lain koleksinya. Lisa berdecak kagum dengan keindahan isi rumah kaca itu.

“Bangunan ini adalah hadiah ulang tahunku dari Ayah Andre, hadiah terakhir yang beliau berikan sebelum meninggal,” kata Ratih.

Lisa melihat sekeliling, “Dari bangunan ini, tampak sekali bahwa beliau sangat mencintai Ibu.”

Ratih termangu, sekelebat bayang masa lalu menari di angannya. Memori saat suaminya masih hidup, “Ya, dia sangat mencintaiku, dia bahkan menganggap bangunan ini adalah Taj Mahal.”

“Taj mahal?” Lisa manggut-manggut, “Saya suka dengan anggapan itu, saya rasa memang rumah kaca ini adalah Taj Mahal bagi anda.”

Ratih memegang tangan Lisa, “Aku harap kau bahagia dengan putraku kelak, Nak.”

“Kenapa Ibu berkata demikian?”

“Andre sangat mirip dengan Ayahnya, dia tidak mudah untuk jatuh cinta, sebenarnya aku sangat kawatir saat dia belum juga memutuskan untuk menikah padahal teman-teman sebayanya rata-rata sudah punya dua orang anak. Dan saat dia bilang akan segera memperkenalkan calon istrinya, aku sangat senang sekali.”

“Saya harap saya bisa menjadi menantu yang Ibu inginkan.”

Ratih tersenyum,”Cukuplah dengan mencintai Andre, kau pasti akan menjadi menantu yang aku inginkan.”

Andre tiba-tiba muncul di antara mereka berdua, “Jadi, apa yang kalian bicarakan?”

Ratih memberi isyarat agar Lisa tidak menceritakan apa yang sudah mereka bicarakan.

“Tidak ada, Andre. Aku dan Ibu hanya melihat-lihat bunga anggrek koleksi ibu.”

Ratih menggandeng tangan putranya, “Andre sayang, bagaimana jika kita ajak Lisa makan malam. Ibu sudah menyiapkan makanan yang sangat enak.”