APA KABAR MIMPIKU?

Terduduklah aku di sini. Di sisi kegalauan menghempas sunyi. Menyelami hakekat diri, akankah tiada akhir? Akankah langit menyiratkan yang harus tersurat? Ataukah semakin bertambah surut. Carut-marut di sekitarku, menambah bopengnya merah padam muka.

Raga ini tetap di sini sementara jiwa telah berloncatan dari satu asa ke asa lain. Meniti sejuta mimpi tergantung tinggi, bahkan raga pun tiada daya menggapai, hingga ku menengadah dengan pandangan menerawang.

Aku berharap mimpi menghampiri sehingga jiwa tetap beraga dan harapan terbentang. Aku berharap mimpi turun ke bumi, agar aku tidak terlalu lama menengadah. Berbinar melihatnya menari di sekelilingku. Begitu dekat!

Terbersit tanya dariku, Akankah mimpi menghampiri? Raga pun tetap menengadah, mencari jawab di antara mega-mega, berharap langit menyiratkan apa yang harus tersurat.

MANUSIA BIASA

Ku lihat dia tetap di sana, berdiri tegak menatap langit seakan menantang mentari hingga terbersit pertanyaan di hatiku, “Adakah cinta menyapa hidup?”

Adakah kasih mengisi hati, menjalar di relung-relung kalbu, memenuhi kisi-kisi tubuhnya. Ataukah hati itu telah membatu hingga tiada satu pun cinta mampu menyentuh. Atau telah hancur. Remuk!

Dingin segala pandangan dan sikapnya, seakan ada suatu dendam, seakan ingin meremukkan keadaan. Kosong, hampa.

Dia tetap di sana, berdiri dengan tangan mengepal hingga kegundahan menyapa. Tak elak kesombongan lari darinya dan tinggallah puing-puing kekalahan.

Saat tersadar, ku lihat mata itu berair. jatuh! tersungkur ke bumi.

Ku helakan nafas, berusaha memahami namun tak jua ku mengerti,”Apakah itu karma baginya atau buah dari tirani?”

Tidak! Ku coba menghempas tuduhan itu. Aku tak berhak menghakimi atau pun memaki.

Belum puas otak berpikir, ku lihat dia berdiri kembali. Tegak menatap langit seakan menantang mentari, berusaha tegar hadapi hari walau keadan tak seperti dulu lagi.

Aku Yang Sekarat

Ku lihat beberapa kerut di wajah. Entah sudah berapa produk kosmetik yang kugunakan untuk menghilangkan atau sekedar menyamarkannya. Namun usia tak dapat ku manipulasi. Dan rambut ini terlihat memutih, tulang belulang pun tak mau kompromi untuk diajak berjalan jauh hingga ku berakhir di atas ranjang ini.

Beberapa waktu lalu, seseorang menjenguk. Gadis yang cantik, mengingatkan masa mudaku dulu. Mereka bilang dia cucuku. Apa benar dia cucuku? Ku pandang wajah cantik itu lama, namun tak satu pun ingatan terbersit.

Di antara rasa sakitku, diantara kelemahanku, diantara kepikunanku, dimana masa mudaku? masa kayaku, masa sehatku, masa lapangku. Datang, kumohon datanglah kalian. Hiburlah aku dengan kenangan indah. Bicaralah hingga hilang rasa takutku, walau ku tahu semua hanyalah untaian kata yang tak dapat merubah keadaan.

Mereka datang, namun tak seperti yang kuharap. Mereka mengingatkan pada dosa-dosa yang telah ku perbuat. Deretan panjang coreng-moreng hidupku. Hingga ku berpikir, “Ya Tuhan, termasuk golongan yang manakah aku ini? Apakah termasuk umatmu yang dapat menikmati tidur panjangnya di alam kubur dengan tenang hingga hari kebangkitan tiba? Ataukah nantinya tubuh  ini terbakar di sana? Terhimpit di antara batu-batu bumi, terkoyak, mengarungi kegelapan abadi yang lebih gelap dari malam gulita?”

Mereka tidak menghiburku, Tuhan, mereka membuatku takut. Mengingat segala yang telah ku perbuat. Aku sudah memohon pada mereka, Tuhan. Begitu jahatkah, mereka? Melihatku dengan pandangan sinis dan berkata, “Kami sudah memberimu kesempatan, Fulan. Banyak sekali kesempatan. Apalah daya kami. Kami hanyalah masa yang datang jika waktunya tiba, dan pergi jika memang telah berlalu, bukan salah kami jika kau salah mengartikan kesempatan yang telah diberikan . Masa kami sangat pendek dan masa yang kini kau alami sudah memaksa untuk masuk. Sejujurnya kami kecewa. Maafkan kami yang tak bisa membantu.”

Mereka pergi,Tuhan. Mereka pergi setelah meninggalkan rasa bersalah yang teramat sangat di diriku. Mereka pergi begitu saja hingga tinggal kesunyian yang menyengat dan ketakutan yang membunuhku perlahan. Kalian kejam! Kalian jahat! Kalian…..

Tolong, tolong jangan pergi. Temani aku di kesempatan ini. Tolonglah, kumohon. Siapa pun kalian, hampirilah aku yang sekarat ini.

Tolong, kumohon…., kumohon… .